BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia tidak bisa dipisahkan dari Islam. Islam telah melekat
menjadi suatu hal yang mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan rakyat di
Indonesia. Bahkan Pancasila sendiri merupakan suatu ideologi yang
berusaha mempertemukan prinsip Islam dengan perjuangan persatuan Indonesia pada saat
perumusannya. Terlepas dari perdebatan dalam banyak literatur
sejarah tentang kapan masuknya
Islam ke Indonesia, pada saat ini Islam telah menjadi agama yang berinteraksi
dengan berbagai kebudayaan daerah. Sejarah Wali Songo
yang mendakwahkan Islam
di tanah Jawa dan sekitarnya
semakin memperjelas bahwa Islam dan
kepemimpinannya mampu berakulturasi
dengan berbagai budaya secara santun. Proses akulturasi antara Islam sebagai
agama yang meliputi seluruh aspek kehidupan dengan budaya di Indonesia saat
awal kedatangannya membuat Islam
menjadi agama yang mampu diterima dengan mudah di Indonesia.
Bahkan saat
ini Indonesia masih bertahan sebagai negara dengan jumlah
penduduk muslim terbesar di dunia. Dalam literatur sejarah, memang Indonesia
tidak pernah tercatat melahirkan
pemimpin Islam yang terdengar ke
seluruh dunia. Sejarah sering mencatat kelahiran para pemimpin Islam dari
Timur Tengah. Misalnya
saja Imam Khomeini yang berhasil mengadakan Revolusi
Iran, dan penerusnya Ahmadinejad yang dengan kepribadian yang kuat berhasil mendapatkan
banyak penghormatan dari dunia Internasional, selain kecaman yang juga
dirasakannya.Namun jika kita mengkajinya lebih
dalam, kepemimpinan mereka dibentuk dari sebuah kultur yang homogen,
sehingga dalam tataran dunia, Imam Khomeini
maupun Ahmadinejad Kepemimpinan
Islam di Indonesia belum mampu untuk mencari titik temu diantara
negara-negara Islam apalagi
dengan negara- negara non-muslim.
Bahkan konflik yang meliputi Iran dengan tetangganya Irak membuat kepribadian
pemimpinnya lebih condong pada pendekatan konflik dibandingkan pendekatan
damai. Kenihilan sejarah tentang tidak penah terlahirnya pemimpin Islam yang
mendunia dari Indonesia tidak menjadi argumen yang kuat bagi lahirnya pemimpin
Islam dari Indonesia masa depan. Dengan realitas keberagaman yang mendidik
pemimpin menjadi adil serta kondisi perpolitikan Indonesia yang bebas untuk
menjadi tempat berinteraksi berbagai
ideologi, prediksi mengenai kepemimpinan
Islam yang berasal dari Indonesia menjadi semakin
meyakinkan. Bahkan ulama besar tingkat dunia, DR. Yusuf Qordowi, dari jauh-jauh
hari telah memberikan hipotesisnya bahwa kebangkitan Islam sebagai rahmat bagi
semeta alam akan lahir dari Indonesia. Pembahasan tentang pemimpin Islam yang
lahir lebih baik diberi judul kepemimpinan Islam. Hal ini dikarenakan Islam dan
Indonesia memiliki sebuah kaidah moderat dalam mengkombinasikan adanya fenomena
kultur individual dan kultur kolektif. Sehingga yang dibangun tidak hanya
pemimpin secara individual, tetapi mampu melingkupi kepemimpinan kolektif
yang merupakan creative minority bagi revolusi putih perubahan Indonesia
bahkan dunia. Terlepas dari bentuk kepemimpinan Islam seperti apa yang dibangun
Kepemimpinan Islam di Indonesia pada masa depan, kepemimpinan Islam yang
dibangun di Indonesia memiliki tanggung jawab membumikan
Islam yang menjadi
rahmat bagi semesta alam.
Sehingga sejarah kepemimpinan Islam pada jamanRasulullah SAW
dan sahabatnya yang mampu membuat penduduk non-muslim nyaman
dinaungi kepemimpinan Islam akan
berulang dalam konteks
kekinian, dimulai dari Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kepemimpinan islam di indonesia
Secara formal, memasuki masa
awal kemerdekaan Indonesia, kepemimpinan Islam masih memiliki peranan yang
sangat kuat. Hal ini bisa kita buktikan dengan tercantumnya kalimat kewajiban
menjalankan syariat Islam di dalam piagam Jakarta yang dengan keikhlasan hati
demi menjaga ikatan persatuan nasional, para pemimpin Islam rela menghapus kalimat
tersebut dari dasar Negara Republik Indonesia. Namun jika kita lihat mukaddimah
UUD 1945 maupun pancasila sila pertama di dalamnya warna Islam sangatlah
kental. Kepemimpinan Soekarno-Hatta mendapat legitimasi dari masyarakat Islam
juga disebabkan faktor dukungan dari tokoh-tokoh Islam yang dengan setia
memback-up perjuangan mereka dengan segala cara. Bukti lagi lain dari begitu
berperannya umat Islam pada masa-masa awal berdirinya Indonesia adalah dengan
mendirikannya Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai wadah aspirasi
politik Indonesia. Di bawah naungan MASYUMI bersatu seluruh golongan umat Islam
seperti NU, Muhammadiyah, Persis, PSI dan Petti. Selain itu banyak kerajaan
Islam yang berdiri di Indonesia pada awal masuknya Islam di Indonesia yang
diawali dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai.
Sedangkan secara non formal,
umat Islam di Indonesia masih memandang sosok ulama’ di Indonesia sebagai pemimpin-pemimpin
nonformal dengan wilayah kepemimpinan yang bahkan melebihi pemimpin formal itu
sendiri. Pada zaman revolusi kemerdekaan peran ulama’ sebagai pemimpin informal
dalam mengarahkan proses perjuangan teramat kuat. Bahkan 99% perjuangan
perjuangan yang dikobarkan di seluruh tanah air adalah perjuangan yang dipimpin
oleh para ulama’ yang berjuang dengan keikhlasan hati. Contohnya pada zaman
wali songo.
Sejarah Wali Songo yang mendakwahkan Islam di tanah Jawa dan sekitarnya
semakin memperjelas bahwa Islam dan kepemimpinannya mampu berakulturasi dengan
berbagai budaya secara santun. Proses akulturasi antara Islam sebagai agama
yang meliputi seluruh aspek kehidupan dengan budaya di Indonesia saat awal
kedatangannya membuat Islam menjadi agama yang mampu diterima dengan mudah di
Indonesia. Bahkan saat ini Indonesia masih bertahan sebagai negara dengan
jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Dalam mewujudkan kepemimpinan
Islam di Indonesia dengan terang-terang menyebutkan “negara Indonesia adalah
berkepemimpinan islam” tentu akan sangat sulit dilakukan. Terlebih jika harus
merubah ideologi Pancasila yang ada pada saat ini dengan Ideologi Islam secara
cepat dan memaksa. Lebih baik yang dilakukan umat islam di Indonesia adalah
dengan menerapkan substansinya saja tanpa harus mengubah nama kepemimpinan itu
sendiri. Perwujudan kepemimpinan islam di Indonesia tidak harus dalam bentuk
sebuah negara, sehingga mengakibatkan konfrontasi dengan negara yang sudah ada.
Bentuk kepemimpinan islam bisa saja diwujudkan dengan bentuk masyarakat yang
mengamalakan dan mematuhi hukum-hukum dan aturan islam secara menyeluruh.
Kepemimpinan islam dengan wujud masyarakatnya yang Islami akan lebih mungkin
untuk dikembangkan di Indonesia dan mudah untuk ditiru di negara-negara
lainnya. Bentuk kepemimpinan seperti ini harus diawali oleh bagian terkecil
dari sebuah masyarakat, yaitu manusia itu sendiri secara pribadi. Jika sudah
tercipta individu-individu yang memiliki kepemimpinan islam maka dengan suatu
ikatan perkawinan antar individu tersebut (laki-laki dan perempuan) maka akan
tercipta keluarga yang berkepemimpinan islam, dan selanjutnya akan tercipta
masyarakat yang islami, dan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi akan lahir
sebuah negara yang masyarakatnya memegang teguh kepemimpinan islam.
Itulah kepemimpinan islam, dibangun dengan cara-cara yang ma’ruf (benar) dan
dapat menjadi rahmat bagi semesta alam.
B.
Gus Dur Sebagai Tokoh Pemimpin Islam
Di Indonesia
1.
Biografi
Beliau lahir di Jombang, dari
pasangan K.H Wahid Hasyim dan Hj. Sholechah Wahid Hasyim, tepatnya pada tanggal
7 Agustus 1940. Kakeknya bernama K.H Hasyim Asyhari, yaitu pendiri organisasi
Nahdhatul Ulama (NU). Dalam perjalanan hidupnya beliau menikah dengan sinta
nuriyah pada 11 september 1971 dan dikaruniai 4 anak perempuan.
Riwayat
pendidikan:
· SD, Jakarta
(1953)
· SMEP,
Yogyakarta (1956)
· Pesantren
tambak beras jombang (1963)
· Departement
of higher islamic and arabic studies, universitas al azhar kairo, mesir (tidak tamat)
· Fakultas
sastra universitas baghdad irak
Perjalanan karier
· Guru
madrasah mu’alimat jombang (1959-1963)
· Dosen
universitas hasyim asyhari, jombang (1972-1974)
· Dekan
fakultas ushuluddin unioversitas hasyim asyhari, jombang (1972-1974)
· Sekertariss
pesantren tebu ireng, jombang (1974-1979)
· Pengasuh
pondok pesantren ciganjur, jakarta (sejak 1976)
· Ketua
tanfidziyah pengurus besar NU/PBNU (1984-2005)
· MPR dari
utusan golongan (1987-1992, 1999-2004)
· Presiden RI
(20 oktober 1999-23 juli 2010)
· Ketua umum
dewan syura PKB (2000-2005)
· Ketua umum
dewan syura PKB hasil muktamar II, semarang 92005-201
Tipe kepemimpinan Gus Dur
Dari gayanya Gus Dur yang easy going, sangat optimis namun
ceplas-ceplos saat di tanya wartawan, dan seolah “mengampangkan” semua
persoalan-persoalan dengan ciri khasnya “gitu aja kok repot?” terlihat bahwa
dia adalah tipe Influence/sanguinis. Humanismenya (sisi kemanusiaannya) baik
sekali, terbukti dari di resmikannya agama ke-6 di negri ini. Namun sikap
(maaf) “sembrononya” juga terlihat dari sikapnya yang sering tertidur saat
rapat kabinet ataupun keinginannya untuk manjalin hubungan diplomatik dengan
israel.. Dan efek dari sifat sembrono (walaupun jago mempengaruhi orang,
influence juga mudah percaya dengan orang) si Influence ini dengan mudah
dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya, hal ini mengakibatkan Gus Dur turun
dari kursi kepresidenannya sebelum akhir masa pemerintahannya. Disisi lain beliau
juga seorang yang pemarah , ia kerapkali menggebrak meja saat anak buahnya
tidak menuruti keinginannya. Di depan beliau anak buah seakan takut, namun di
belakang beliau sangat lah berbeda. Ini lah kekurangan lain dari sang
influence, yaitu kurang waspada dan kurang strategi saat menghadapi musuh-musuh
yang tersembunyi. Jadi dapat dikatakan bahwa, Gus Dur memliki tipe kepemimpinan
Influence-Dominance.
Tipe Influence (mempengaruhi): Ciri-ciri tipe ini yang mudah terlihat
adalah terlihat supel. Tipe ini memiliki rasa humanisme dan humor yang bagus.
Sangat optimis dalam menghadapi masalah. Sangat bersemangat, enjoy the life ,
dan spontanitas. Namun kejelekan tipe ini kurang teliti, kurang waspada
terhadap musuh, cenderung malas. Biasanya di dunia psikologi tipe ini disebut
dengan sanguinis.
Tipe Dominance (dominan) atau biasa dalam ilmu psikologi disebut dengan
korelis. Tipe ini adalah seorang tipe yang dominan, keras kepala dan mungkin
agak galak, intinya tipe ini adalah tipe yang drive atau penyetir.
C.
Keunikan-keunikan Gus Dur
sebagai seorang pemimpin terlihat sebagai berikut:
1.
Gus Dur memiliki wacana
religio-kultural yang dalam dan kuat dalam banyak hal yang tidak tampak tetapi
mendasari semua tindakannya dalam mengimplementasikan peran-perannya. Hal ini
disebabkan Gus Dur menguasai nilai-nilai agama dan budaya lokal, filosofis dan
dasar-dasar ideologis. Pemanfaatan terhadap dasar-dasar ideologis atau dan
sistem keyakinan yang memicu secara positif dapat memunculkan dukungan
masyarakat dan terelemenasinya konflik budaya dan keagamaan.
2.
Gus Dur juga memiliki
kharisma/daya tarik yang luar biasa sehingga mempunyai pengikut yang jumlahnya
sangat besar. Yang menarik, para pengikut Gus Dur kadang tidak mempersoalkan
nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya Gus Dur. Bisa saja
kharismatik Gus Dur ini menggunakan gaya yang otokratik atau diktatorial, namun
para pengikutnya tetap setia kepadanya.
3.
Gus Dur secara
inspirasional menunjukan kualitas personal yang mempesona yang dicirikan dengan
sifat proaktif, kolaboratif, humanis, yang kesemuanya diorientasikan pada
konsep keteladanan. Artikulasi Jawa tentang Gus Dur sebagai pemahaman “digugu
lan ditiru” menjadi faktor determinan bagi tampilnya peran kepemimpinan yang
membangkitkan semangat dan menjadi inspirasi, Setidak-tidaknya seorang pemimpin
yang inspiratif senantiasa memiliki gagasan-gagasan brilian, kreatif, inovatif
yang mampu mencari jalan keluar bagi semua permasalahan bangsa.
4.
Gaya kepemimpinan Gus Dur
cenderung nyleneh serta merupakan seorang pemimpin yang berani mengambil
keputusan. Gayanya yang lain adalah suka melemparkan gagasan yang sangat
kontroversral tapi walaupun demikian daya tarik kharismanya tidak pudar.
Terutama kalangan warga nahdliyin, mereka tetap menghormati dan mengakui
kepemimpinannya.
tipe kepemimpinan tidak monolitik, tetapi bervariasi sangat situasional. Suatu ketika beliau cenderung dcmokratis, pada saat yang lain beliau bisa ccnderung otokratik bahkan bisa sangat kharismatik.
tipe kepemimpinan tidak monolitik, tetapi bervariasi sangat situasional. Suatu ketika beliau cenderung dcmokratis, pada saat yang lain beliau bisa ccnderung otokratik bahkan bisa sangat kharismatik.
D.
Gus dur sebagai bapak
tionghoa
Sebelum
ke presidenan Gus Dur masyarakat etnis Tionghoa mendapat banyak diskriminasi,
seperti masa Orde Lama terlihat pada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1959
yang berisi larangan pada masyarakat Tionghoa melakuan perdagangan eceran di
pedesaan dan masa Orde Baru melalui Inspres No. 14 Tahun 1967 yang melarang
semua bentuk ekspresi keagamaan etnis Tionghoa di depan umum. Namun saat Gus
Dur menjabat presiden, ia mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967 dan
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000 dan penetapan Hari Imlek
sebagai hari libur Nasional seperti hari raya agama-agama lain yang ada di
Indonesia.
Sejak saat itulah,
etnis Tionghoa yang ada di Indonesia mendapat kebebasan yang sama seperti
entis-etnis lain yang ada di Indonesia. Mereka dapat melakukan kegiatan
kegaamaan secara bebas, di mana saat sebelumnya mereka sangat terkekang, bahkan
agama Konghucu menjadi agama resmi yang diakui negara. Sehingga kegiatan
keagamaan mereka mendapat perlindungan resmi dari pihak keamanan negara. Usaha
yang dilakukan Gus Dur, tentu tidak lepas dari prinsip universalitas Gur Dur
tentang pluralisme beragama, meskipun ia seorang muslim sejati, pandangan kegamaannya
sangat berbeda dengan banyak tokoh Islam yang ada di Indonesia. Ia memandang
Islam sebagai agama yang penuh kedamaian dan mengedepankan kasih sayang kepada
semua manusia, dari lintas agama, etnis, suku dan budaya.
Perjuangan Gus Dur
dalam penghapusan diskriminasi yang dilakukan kepada etnis Tionghoa, untuk
mendapatkan persamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, baik
dalam bidang kegamaan, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan sosial.
Perjuangan tersebut dilakukan melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000.
Dengan demikian etnis Tionghoa dapat hidup dan bergaul dengan bebas seperti
entis lain yang ada di Indonesia.
Sisi pengakuan
keyakinan dan tradisi. Melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000 pulalah,
agama dan budaya etnis Tionghoa mendapat pengakuan sebagai bagian dari agama
dan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Di mana saat sebelum kepemimpinan
Gus Dur, terutama masa Orde Baru, etnis Tionghoa mengalami “kegalauan batin”
sebab mereka dilarang menganut agama Konghucu yang merupakan warisan dari nenek
moyang mereka dan secara terpaksa etnis Tionghoa memeluk agama lain yang diakui
negara. Selian itu, kebudayaan etnis Tionghoa seperti Lion ataupun Barongsai
semakin marak di lakukan di berbagai tempat, hingga menyentuh pedesaan. Hal
tersebut semakin memperjelas jasa Gus Dur terhadap etnis Tionghoa, dengan
diakuinya budaya etnis Tionghoa sebagai bagian dari kekayaan budaya yang
dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Gus Dur dikenal begitu dekat dengan kelompok etnis Tionghoa, baik mereka (kelompok keturunan Tionghoa) yang beragama Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu. Kedekatan Gus Dur pada etnis Tionghoa tentu menjadi teladan dan penegasan bagi kelompoknya secara khusus, dan masyarakat Indonesia secara umum, bahwa sebagai figur umat Islam atau tokoh bangsa, Gus Dur menjalin hubungan dekat dengan kelompok etnis Tionghoa, sesuatu yang aneh di masa Orde Lama dan Orde Baru. Secara tegas Gus Dur menggambarkan, bahwa kedekatan yang harmonis dengan siapapun, termasuk etnis Tionghoa akan menghasilkan kedamaian dan kemajuan yang bisa dinikmati bersama.
Gus Dur dikenal begitu dekat dengan kelompok etnis Tionghoa, baik mereka (kelompok keturunan Tionghoa) yang beragama Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu. Kedekatan Gus Dur pada etnis Tionghoa tentu menjadi teladan dan penegasan bagi kelompoknya secara khusus, dan masyarakat Indonesia secara umum, bahwa sebagai figur umat Islam atau tokoh bangsa, Gus Dur menjalin hubungan dekat dengan kelompok etnis Tionghoa, sesuatu yang aneh di masa Orde Lama dan Orde Baru. Secara tegas Gus Dur menggambarkan, bahwa kedekatan yang harmonis dengan siapapun, termasuk etnis Tionghoa akan menghasilkan kedamaian dan kemajuan yang bisa dinikmati bersama.
Gus Dur pernah
menyatakan bahwa dirinya adalah keturunan dari Tan Kim Ham. Meskipun ada
sebagian masyarakat etnis Tionghoa yang mengklaim pernyataan Gus Dur hanya
bahasa politis untuk mendapat dukungan dari penguasaha Indonesia dalam
memajukan prekonomian Indonesia. Penobatan Gus Dur sebagai bapak Tionghoa lebih
karena jasa-jasa Gus Dur dalam mengangkat harkat dan martabat entis tionghoa
Indonesia sebagai bagian dari warga Indonesia, sehingga setara dengan
etnis-etnis lain yang ada di Indonesia. Gus Dur ibaratnya seperti pahlawan,
yang memerdekakan entis Tionghoa Indonsia dari berbagai penjajahan yang
dilakukan Orde Lama dan Orde Baru.
Al kaatib jayyid jiddan, Syukron kastir :)
BalasHapus