Rabu, 07 November 2012

Sumber Pengetahuan Dakwah Islam


BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya dakwah islam berisikan tentang “Amar ma’ruf nahi munkar” yang mempunyai pengertian kerjakanlah perbuatan yang mendekatkan diri pada Allah dan jauhilah perbuatan yang menjauhkan diri pada Allah.
Oleh karena itu, peran para nabi dan rasul di bumi yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan kebenaran firman-Nya dan memberikan tuntunan kebaikan kepada manusia untuk selalu istiqomah dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi  melalui berdakwah
Islam adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad untuk di ajarkan kepada seluruh manusia yang berasal dari Allah.Islam menganjurkan kepada umatnya agar slalu memmperdalam ilmu pengetahuannya.Hampir tidak ada masalah yang begitu diperhatikan selain ilmu pengetahuan.Dalam agama islam ilmu pengetahuan dapat di peroleh dari Al_quran dan hadits. Sumber-sumber ini sangatlah penting dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Selain itu di dalam sumber tersebut terdapat motivasi dan anjuran terhadap umat islam, agar umat islam tidak tuli dalam menanggapi ilmu pengetahuan.
 Jika kita mempunyai bekal pengetahuan, maka dengan mudah kita dapat melakukan dakwah kita. Nah dengan demikian sudah jelas, tentang makalah ini yang berjudul ”SUMBER PENGETAHUAN ILMU DAKWAH”. Kita dapat memperoleh sumber pengetahuan dari Al-qur’an dan Al-hadits untuk mencari informasi tentang islam yang harfiah, agar dengan mudah kita sebagai da’i mempunyai pengetahuan ilmu dakwah sebagai bekal dalam melakukan dakwah dan menyebarkan agama islam.
Jika kita sudah belajar dan memperoleh suatu ilmu pengetahuan, kita tidak boleh berhenti sampai disitu saja, karna kita harus terus mengembangkannya agar ilmu yang kita miliki dapat berkembang. Karna dengan semakin banyaknya ilmu pengetahuan yang kita miliki, maka kita bisa lebih mudah dalam memahami islam dan mengajarkannya kepada umat manusia terutama umat islam.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN
Pengetahuanberasal dari kata tahu, artinya pengetahuan ali merupakan hasil tahu seseorangterhadap sesuatu. Jika sesuatuitu dakwah  maka menjadi pengetahuan dakwah . pengetahuan dakwah merupakan hasil  tahu manusia  (muslim) tentang dakwah melalui proses penyelidikan  (penyrlidikan) tentang sumber-sumber yang ada.
Pengetahuan adalah suatu hasil dari proses tindakan manusia dengan melibatkan seluruh keyakinan yang berupa kesadaran dalam menghadapi obyek yang ingin dikenalnya. Sehingga secara sederhana, dapat disumpulkan juga bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses mengenal karena adanya hubungan antara subyek yang sadar dengan obyek yang ingin dikenalnya lebih dekat lagi.
Sebelum pembahasan sumber pengetahuan dakwah , terlebih dahulu akan diuraikan sedikit  mengenai sumber pengetahuan islam secara umum. Semua filsuf muslim yang berpendidikan seperti Ibnu Muskawih (932-1030), Al Ghazali (1059-111), Ibnu Khaldun (1332-1406),  Shah Waliyullah (1703-1763) dan Muhammad Iqbal , semua sependapat bahwa sumber pengetahuan adalah Allah (A.Qodir 1991: 5-6). Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an. Di dalam surat al-kahfi : 109 ,ditegaskan :
Artinya :
Katakanlah : Sekiranya lautan menjadi tinta untuk ( menulis ) kalimat – kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ( ditulis ) kalimat – kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu ( pula ).
            Dengan ungkapan yang berbeda Al-Qur’an menyatakan dalam bentuk cerita, pada awal penciptaan manusia, Allah mengajarkan kepada Adam nama benda-benda. Adam merupakan symbol manusia dan yang mencari pengetahuan dan nama-nama benda merupakan unsur-unsur pengetahuan baik yang diwujudkan maupun tidak (A.Qodir, 1991:6-10). Karena itu, pada dasarnya , tujuan mencari pengetahuan merupakan upaya menumbuhkan kesadaran mendekatkan diri kepada Allah.[1]

2.      SUMBER – SUMBER PENGETAHUAN DAKWAH ISLAM
            CA. Qodir menyatakan bahwa Allah sebagai sumber pengetahuan dapat dilihat dari dua segi,yakni :
1)      Pengetahuan yang diwahyukan  (Al-Qur’an dan Hadits)
2)      Pengetahuan Empiris (tidak diwahyukan) yang diperoleh melalui pengamatan dam penelitian terhadap fenomena alam (sunatullah) sifat pengetahuan ini tidak selalu tetap selalu berubah.
Hubungan dengan sumber  dakwah, Allah merupakan sumbernya yang disampaikan melalui wahyu (Al-Qur’an dan Hadits), berdasarkan alasan bahwa munculnya istilah dakwah berakar dari Al-Qur’an dan Hadits pula. Dan didalamnya ada pokok-pokok ajaran yang secara umum maupun khusus membicarakan tentang dakwah, sumber ini yang dinamakan sumber normatif.Dari sumber tersebut dapat memberikan arah yang mendasar (prinsip-prinsip dasar) tentang dakwah yang harus digali dari ayat-ayat dakwah.
Disamping itu, ada aspek lain dari sumber normatif, yaitu sirah (misi Rosulullah). Nampaknya , kajian dari sumber normatif inilah yang paling dominan dalam buku-buku dan kuliah-kuliah dakwah.
Disamping sumber normatif, terdapat sumber empiris, yaitu pengetahuan dakwah yang digali dalam kenyataan lapangan di masyarakat (fenomena dakwah). Dalam kajian dakwah , kajian empiris masih sangat langka , dapat dikatakan belum ada kajian empiris yang standar. Dalam kajian ini ,yang harus dilihat adalah proses dakwah sebagai sebagai sebuah kegiatan yang kemudian dianalisis secara keilmuan, atau sebaliknya melihat kegiatan dari kerangka keilmuan. Kajian ini juga dapat dilakukan berdasarkan pemahaman dari Al-Qur’an dan Hadis atau sebuah teori baru yang dicoba untuk dieksperimenkan di dalam kenyataan (empiris).
Sumber lain yang perlu diperhitungkan adalah sumber teoritis, yaitu hasil karya para penulis yang secara m,engkaji dakwah. Para penulis yang menulis tentang dakwah  mendasarkan kajiannya  berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis yang dianalisis menurut kerangka dakwah dan bukan kerangka ilmu dakwah. Dalam perkembangan ilmu dakwah kajian teoritis dari sumber normatif  inilah yang banyak dilakukan. Di samping itu, kajian ini ada yang mendasarkan pembahasan dari sumber-sumber sejarah, yaitu mengkaji proses dakwah pada masa lampau atau mengkaji pemikiran ulama-ulama terdahulu tentang dakwah, terdapat tiga macam sumber pengetahuan dakwah , yaitu;
1)      Sumber Normatif (Al-Qur’an dan Hadis)
2)      Sumber Empiris (kenyataan dakwah )
3)      Sumber Teoritis (hasil penulisan tentang dakwah).
Sumber – sumber pengetahuan dakwah Islam yakni meliputi nash / teks ( otoritas suci ), al- khabar dan al-ijma ( otoritas salaf ), kemudian realitas termasuk didalamnya alam, social, dan humanitas ( dalam keilmuan keislaman dikenal dengan Tuhan ( teosentris ), manusia ( antropesentris ), dan alam ( kosmosentris )). Pada dataran nash atau teks dalam pengertian Al Qur’an, dijadikan sebagai acuan utama dan sekaligus titik tolak keilmuan dakwah yang kemudian teks hadis menempati sumber kedua dan diikuti realitas social, dan humanitas. Inilah sesungguhnya yang dibangun penulis bahwa pada wilayah ini merupakan dakwah normative yang lebih bersifat tetap dan tidak berubah – berubah, kecuali bangunan realitasnya seperti social dan humanitas.
Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori epistemology (pengetahuan). Setidaknya ada tiga model system berpikir dalam Islam, yakni : bayani, irfani dan burhani, yang masing-masing mempunyai pandangan yang sangat berbeda tentang epistimologi (pengetahuan).
-          Epistimologi Bayani
Secara epistimologis Bayani mempunyai arti penjelasan, pernyataan dan ketetapan. Sedangkan menurut terminologis Bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.
Ada juga yang berpendapat bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu penafsiran dan penalaran. Hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, akan tetapi  penafsiran dan penalaran tetap harus bersandar pada teks(nash).
Dalam dakwah islam, teks (nash) Al-Qur’an khususnya merupakan sumber utama sebagai tolak ukur dan titik tolak dari seluruh kegiatan dakwah islam yang dilakukan oleh para pendakwah. Oleh karena itu, secara origin maka epistimologi bayani merupakan bentuk dari sumber pengetahuan  dakwah itu sendiri.[2]
-            Epistemologi Irfani
Epistimologi Irfani menurut etimologi berarti al-ma’rifah, al-‘alhikmah.Sedangkan secara eksistensialis berpangkal pada zauq, qalbu atau intuisi yang merupakan perluasan dari pandangan illuminasi.
Pengetahuan irfani tidak didasarkan pada teks (nash) seperti bayani, akan tetapi pada kasyf, tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Karena itu, pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, dimana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan demikian pengetahuan irfani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan yaitu:
1.      Persiapan
2.      Penerimaan
3.      pengungkapan
Dalam hubungannya dengan dakwah islam tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap sumber pengetahuannya karena dakwah pada dasarnya lebih kepada persoalam perubahan social dan transformasi nilai-nilai islam yang konkret dan rasional.[3]
-            Epistemologi Burhani
Epistimologi Burhani secara bahasa berarti argumentasi yang jelas. Sedangkan menurut istilahnya berarti aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran proposisi dengan metode deduktif yaitu dengan cara mengaitkan proposisi satu dengan proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik atau setiap aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran suatu proposisi.
Berbeda dengan bayani dan irfani yang masih berkaitan dengan teks, burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks. Burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio dan akal yang dilakukan lewat dalil-dalil logika.
Epistimologi Burhani membangun pengetahuan dan visinya atas dasar potensi bawaan manusia yakni kemampuan melakukan proses pengindraan, eksperimensi dan konseptualisasi. Metode ini pertama kali dikembangkan di Yunani melalui proses panjang dan puncaknya pada Aristoteles. Metode ini biasanya disebut oleh Aristoteles dengan sebutan analisis yang mempunyai pengertian menguraikan ilmu atas dasar prinsip-prinsipnya.Epistimologi burhani inilah yang lebih kental dengan sumber dakwah Islam setelah epistimologi bayani (teks/nash).
Perbandingan ketiga epistemologi ini adalah bahwa bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi furu` kepada yang asal; irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan. Dan burhani menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.
Dan tiga epistemologi Islam ini mempunyai ‘basis’ dan karakter yang berbeda.Pengetahuan bayani didasarkan atas teks, irfani pada intuisi sedang burhani pada rasio.Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk bayani, karena hanya mendasarkan diri pada teks, ia menjadi terfokus pada hal-hal yang bersifat aksidental bukan substansial, sehingga kurang bisa dinamis mengikuti perkembangan sejarah dan sosial masyarakat yang begitu cepat. Kenyataannya, pemikiran Islam saat ini yang masih banyak didominasi pemikiran bayani fiqhiyah kurang bisa merespon dan mengimbangi perkembangan peradaban dunia. Tentang burhani, ia tidak mampu mengungkap seluruh kebenaran dan realitas yang mendasari semesta.
Jadi ketiga hal tersebut harus disatukan dalam sebuah pemahaman. Maksudnya, ketiga model tersebut diikat dalam sebuah jalinan kerjasama untuk saling mendukung dan mengisi kekurangan masing-masing sehingga terciptalah Islam yang ‘Shalih li Kulli Zaman wa Makan‘, Islam yang aktual dan kontekstual dalam semua tingkat peradaban. Kita harus mengambil filsafat, bukan sekedar sejarahnya melainkan lebih pada aspek metodologinya dengan dibantu ilmu-ilmu kontemporer sehingga ia mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan keilmuan Islam kedepan.

Metode Pendekatan Terhadap Sumber Pengetahuan
Setelah mengetahui sumber pengetahuan dari suatu ilmu, langkah selanjutnya yang harus dipikirkan adalah : bagaimana cara menggali pengetahuan dari sumber tersebut yang dikenai dengan metode ilmiah, yaitu proserdur yang mencakup berbagai tindakan-tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah untuk mendapat pengetahuan baru atau  untuk mengembangkan pengetahuan- pengetahuan yang telah ada.
            Pada dasarnya , dalam metode ilmiahtidak ada aturan yang menunjuk macam-macam urutan yang pasti untuk disebut sebagai metode ilmiah, pada dasarnya , pola umum metode ilmiah dapat dilihat dari sejarah perkembangan ilmu.
            Sebuah metodeberkaitan erat dengan sumber atau jenis pengetahuan yang akan dicari. Hubungannya dengan ilmu dakwah , berdasarkan dari sumber-sumber pengetahuandakwah tersebut.  Terdapat metode pendekatan dalam ilmu dakwah, diantaranya adalah :
1)      Pendekatan Normatif
Pada dasarnya pendekatan ini intinya berusaha menemukan prinsip dakwah dari sumber normatif (Al-Qur’an , Hadis, maupun sejarah Rosulullah). Pendekatan normatif dapat dilakukan dengan menggunakan cara berpikir deduktif yang melahirkan metode penelitian Asbab ad-Dakwah (menggunakan konsep Asbab an-Nuzul dan Asbab al-Wurud serta metodologi tafsir dan hadis) dan metode penelitian pustaka dakwah). Dalam mewujudkan kajian ini ,diperlukan adanya kerja sama antara dosen pengampu tafsir dan dosen pengampu ilmu dakwah dengan cara berpikir historis, yaitu dengan cara melihat makna dan tujuan dari proses sejarah tersebut dengan mencari hubungan dan fakta satu dengan yang lain.

2)      Pendekatan Empiris
Pada intinya pendekatan ini berusaha mengkaji (menyelidiki) kasus-kasus yang terjadi di masyarakat.Dalam kenyataannya, pendekatan ini adalah untuk menemukan teori baru atau memgembangkan teori yang sudah ada.Pendekatan ini dapat dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.Pendekatan ini dilakukan dengan berfikir induktif untuk mengembangkan ilmu dakwah melalui sumber empiris.Hal ii harus dilakukan dengan penelitian-penelitian kasus maupun survey di masyarakat.


3)      Pendekatan filosofis
Pendekatan filosofis ini berusaha untuk mengkaji hasil pemikiran para ulama atau pakar dakwah melalui tulisan.Pendekatan ini dilakukan dengan prinsip berfikir sintesis, yaitu menelaah pemikiran-pemikiran yang ada, kemudian dirumuskan teori pemikiran yang baru. Atau, dengan model perfikir analogis, yaitu menganaligkan pemikiran satu dengan yang lain untuk dikembangkan di masa kini dan mendatang.[4]
 

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan sumber pengetahuan dakwah di atas dapat disimpulkan bahwa ada 3 jenis sumber pengetahuan dakwah islam yaitu :
1.      Sumber Normatif (Al-Qur’an dan Hadis)
2.      Sumber Empiris (kenyataan dakwah )
3.      Sumber Teoritis (hasil penulisan tentang dakwah).
Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori epistemology (pengetahuan). Setidaknya ada tiga model system berpikir dalam Islam, yakni : bayani, irfani dan burhani, yang masing-masing mempunyai pandangan yang sangat berbeda tentang epistimologi (pengetahuan).
Epistimologi Bayani
Secara epistimologis Bayani mempunyai arti penjelasan, pernyataan dan ketetapan. Sedangkan menurut terminologis Bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.Ada juga yang berpendapat bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung maupun tidak langsung. Dalam dakwah islam, teks (nash) Al-Qur’an khususnya merupakan sumber utama sebagai tolak ukur dan titik tolak dari seluruh kegiatan dakwah islam yang dilakukan oleh para pendakwah.
Epistimologi Irfani
Epistimologi Irfani menurut etimologi berarti al-ma’rifah, al-‘alhikmah.Sedangkan secara eksistensialis berpangkal pada zauq, qalbu atau intuisi yang merupakan perluasan dari pandangan illuminasi.
Epistimologi Burhani
Epistimologi Burhani secara bahasa berarti argumentasi yang jelas. Sedangkan menurut istilahnya berarti aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran proposisi dengan metode deduktif yaitu dengan cara mengaitkan proposisi satu dengan proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik atau setiap aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran suatu proposisi.



[1]Suisyanto, Pengantar Filsafat Dakwah, Yogyakarta: Teras , 2006, hlm.73.

[2]Andy Derrmawan, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah,(Kurnia Kalam Semesta:Yogyakarta:2002),Hlm. 63.
[3]Andy Derrmawan, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah,(Kurnia Kalam Semesta:Yogyakarta:2002),Hlm. 64.
[4]Suisyanto, Pengantar Filsafat Dakwah, Yogyakarta: Teras , 2006, hlm. 76-77.

1 komentar: