BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya dakwah islam berisikan tentang “Amar ma’ruf nahi
munkar” yang mempunyai pengertian kerjakanlah perbuatan yang mendekatkan
diri pada Allah dan jauhilah perbuatan yang menjauhkan diri pada Allah.
Oleh karena itu, peran para nabi dan rasul di bumi yang diutus oleh
Allah untuk menyampaikan kebenaran firman-Nya dan memberikan tuntunan kebaikan
kepada manusia untuk selalu istiqomah dalam menjalankan tugasnya sebagai
khalifah dimuka bumi melalui berdakwah
Islam
adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad untuk di ajarkan kepada seluruh
manusia yang berasal dari Allah.Islam menganjurkan kepada umatnya agar slalu
memmperdalam ilmu pengetahuannya.Hampir tidak ada masalah yang begitu
diperhatikan selain ilmu pengetahuan.Dalam agama islam ilmu pengetahuan dapat di peroleh dari Al_quran dan
hadits. Sumber-sumber ini sangatlah penting dalam kehidupan sosial dan
masyarakat. Selain itu di dalam sumber tersebut terdapat motivasi dan anjuran
terhadap umat islam, agar umat islam tidak tuli dalam menanggapi ilmu
pengetahuan.
Jika kita
mempunyai bekal pengetahuan, maka dengan mudah kita dapat melakukan dakwah
kita. Nah dengan demikian sudah jelas, tentang makalah ini yang berjudul
”SUMBER PENGETAHUAN ILMU DAKWAH”. Kita dapat memperoleh sumber pengetahuan dari
Al-qur’an dan Al-hadits untuk mencari informasi tentang islam yang harfiah, agar
dengan mudah kita sebagai da’i mempunyai pengetahuan ilmu dakwah sebagai bekal
dalam melakukan dakwah dan menyebarkan agama islam.
Jika kita sudah belajar dan memperoleh suatu ilmu
pengetahuan, kita tidak boleh berhenti sampai disitu saja, karna kita harus
terus mengembangkannya agar ilmu yang kita miliki dapat berkembang. Karna
dengan semakin banyaknya ilmu pengetahuan yang kita miliki, maka kita bisa
lebih mudah dalam memahami islam dan mengajarkannya kepada umat manusia
terutama umat islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN
Pengetahuanberasal dari kata tahu, artinya pengetahuan ali
merupakan hasil tahu seseorangterhadap sesuatu. Jika sesuatuitu dakwah maka menjadi pengetahuan dakwah . pengetahuan
dakwah merupakan hasil tahu manusia (muslim) tentang dakwah melalui proses
penyelidikan (penyrlidikan) tentang
sumber-sumber yang ada.
Pengetahuan adalah suatu hasil dari proses tindakan
manusia dengan melibatkan seluruh keyakinan yang berupa kesadaran dalam
menghadapi obyek yang ingin dikenalnya. Sehingga secara sederhana, dapat
disumpulkan juga bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses mengenal karena
adanya hubungan antara subyek yang sadar dengan obyek yang ingin dikenalnya
lebih dekat lagi.
Sebelum pembahasan sumber pengetahuan dakwah , terlebih
dahulu akan diuraikan sedikit mengenai
sumber pengetahuan islam secara umum. Semua filsuf muslim yang berpendidikan
seperti Ibnu Muskawih (932-1030), Al Ghazali (1059-111), Ibnu Khaldun
(1332-1406), Shah Waliyullah (1703-1763)
dan Muhammad Iqbal , semua sependapat bahwa sumber pengetahuan adalah Allah
(A.Qodir 1991: 5-6). Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an. Di dalam
surat al-kahfi : 109 ,ditegaskan :
Artinya :
Katakanlah : Sekiranya lautan menjadi tinta untuk
( menulis ) kalimat – kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum
habis ( ditulis ) kalimat – kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu ( pula ).
Dengan ungkapan yang berbeda Al-Qur’an menyatakan dalam bentuk
cerita, pada awal penciptaan manusia, Allah mengajarkan kepada Adam nama
benda-benda. Adam merupakan symbol manusia dan yang mencari pengetahuan dan
nama-nama benda merupakan unsur-unsur pengetahuan baik yang diwujudkan maupun
tidak (A.Qodir, 1991:6-10). Karena itu, pada dasarnya , tujuan mencari
pengetahuan merupakan upaya menumbuhkan kesadaran mendekatkan diri kepada
Allah.[1]
2.
SUMBER –
SUMBER PENGETAHUAN DAKWAH ISLAM
CA. Qodir
menyatakan bahwa Allah sebagai sumber pengetahuan dapat dilihat dari dua segi,yakni
:
1)
Pengetahuan
yang diwahyukan (Al-Qur’an dan Hadits)
2)
Pengetahuan
Empiris (tidak diwahyukan) yang diperoleh melalui pengamatan dam penelitian
terhadap fenomena alam (sunatullah) sifat pengetahuan ini tidak selalu tetap
selalu berubah.
Hubungan dengan sumber dakwah, Allah merupakan sumbernya yang
disampaikan melalui wahyu (Al-Qur’an dan Hadits), berdasarkan alasan bahwa
munculnya istilah dakwah berakar dari Al-Qur’an dan Hadits pula. Dan didalamnya
ada pokok-pokok ajaran yang secara umum maupun khusus membicarakan tentang
dakwah, sumber ini yang dinamakan sumber normatif.Dari sumber tersebut dapat
memberikan arah yang mendasar (prinsip-prinsip dasar) tentang dakwah yang harus
digali dari ayat-ayat dakwah.
Disamping itu, ada aspek lain dari sumber normatif,
yaitu sirah (misi Rosulullah). Nampaknya , kajian dari sumber normatif inilah
yang paling dominan dalam buku-buku dan kuliah-kuliah dakwah.
Disamping sumber normatif, terdapat sumber empiris,
yaitu pengetahuan dakwah yang digali dalam kenyataan lapangan di masyarakat
(fenomena dakwah). Dalam kajian dakwah , kajian empiris masih sangat langka ,
dapat dikatakan belum ada kajian empiris yang standar. Dalam kajian ini ,yang
harus dilihat adalah proses dakwah sebagai sebagai sebuah kegiatan yang
kemudian dianalisis secara keilmuan, atau sebaliknya melihat kegiatan dari
kerangka keilmuan. Kajian ini juga dapat dilakukan berdasarkan pemahaman dari
Al-Qur’an dan Hadis atau sebuah teori baru yang dicoba untuk dieksperimenkan di
dalam kenyataan (empiris).
Sumber lain yang perlu diperhitungkan adalah sumber
teoritis, yaitu hasil karya para penulis yang secara m,engkaji dakwah. Para
penulis yang menulis tentang dakwah
mendasarkan kajiannya berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadis yang dianalisis menurut kerangka dakwah dan bukan kerangka
ilmu dakwah. Dalam perkembangan ilmu dakwah kajian teoritis dari sumber
normatif inilah yang banyak dilakukan.
Di samping itu, kajian ini ada yang mendasarkan pembahasan dari sumber-sumber
sejarah, yaitu mengkaji proses dakwah pada masa lampau atau mengkaji pemikiran
ulama-ulama terdahulu tentang dakwah, terdapat tiga macam sumber pengetahuan
dakwah , yaitu;
1)
Sumber
Normatif (Al-Qur’an dan Hadis)
2)
Sumber
Empiris (kenyataan dakwah )
3)
Sumber
Teoritis (hasil penulisan tentang dakwah).
Sumber – sumber pengetahuan dakwah Islam yakni meliputi
nash / teks ( otoritas suci ), al- khabar dan al-ijma ( otoritas salaf ),
kemudian realitas termasuk didalamnya alam, social, dan humanitas ( dalam
keilmuan keislaman dikenal dengan Tuhan ( teosentris ), manusia ( antropesentris
), dan alam ( kosmosentris )). Pada dataran nash atau teks dalam pengertian Al
Qur’an, dijadikan sebagai acuan utama dan sekaligus titik tolak keilmuan dakwah
yang kemudian teks hadis menempati sumber kedua dan diikuti realitas social,
dan humanitas. Inilah sesungguhnya yang dibangun penulis bahwa pada wilayah ini
merupakan dakwah normative yang lebih bersifat tetap dan tidak berubah –
berubah, kecuali bangunan realitasnya seperti social dan humanitas.
Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa
aliran besar dalam kaitannya dengan teori epistemology (pengetahuan).
Setidaknya ada tiga model system berpikir dalam Islam, yakni : bayani, irfani
dan burhani, yang masing-masing mempunyai pandangan yang sangat berbeda tentang
epistimologi (pengetahuan).
-
Epistimologi
Bayani
Secara epistimologis Bayani mempunyai arti
penjelasan, pernyataan dan ketetapan. Sedangkan menurut terminologis Bayani
berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.
Ada juga yang berpendapat bayani adalah metode pemikiran
khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan dan
langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti
memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu penafsiran dan
penalaran. Hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna
dan maksudnya, akan tetapi penafsiran dan penalaran tetap harus bersandar
pada teks(nash).
Dalam dakwah islam, teks (nash) Al-Qur’an khususnya
merupakan sumber utama sebagai tolak ukur dan titik tolak dari seluruh kegiatan
dakwah islam yang dilakukan oleh para pendakwah. Oleh karena itu, secara origin
maka epistimologi bayani merupakan bentuk dari sumber pengetahuan dakwah itu sendiri.[2]
-
Epistemologi Irfani
Epistimologi Irfani menurut etimologi berarti al-ma’rifah,
al-‘alhikmah.Sedangkan secara eksistensialis berpangkal pada zauq, qalbu
atau intuisi yang merupakan perluasan dari pandangan illuminasi.
Pengetahuan irfani tidak didasarkan pada teks (nash) seperti
bayani, akan tetapi pada kasyf, tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh
Tuhan. Karena itu, pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks
tetapi dengan olah ruhani, dimana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan
melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep
kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan demikian
pengetahuan irfani setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan yaitu:
1. Persiapan
2. Penerimaan
3. pengungkapan
Dalam hubungannya dengan dakwah islam tidak terlalu banyak
berpengaruh terhadap sumber pengetahuannya karena dakwah pada dasarnya lebih
kepada persoalam perubahan social dan transformasi nilai-nilai islam yang
konkret dan rasional.[3]
-
Epistemologi
Burhani
Epistimologi Burhani secara bahasa berarti argumentasi yang
jelas. Sedangkan menurut istilahnya berarti aktifitas intelektual untuk
menetapkan kebenaran proposisi dengan metode deduktif yaitu dengan cara
mengaitkan proposisi satu dengan proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik
atau setiap aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran suatu proposisi.
Berbeda dengan bayani dan irfani yang masih berkaitan dengan
teks, burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks. Burhani
menyandarkan diri pada kekuatan rasio dan akal yang dilakukan lewat dalil-dalil
logika.
Epistimologi Burhani membangun pengetahuan dan visinya atas
dasar potensi bawaan manusia yakni kemampuan melakukan proses pengindraan,
eksperimensi dan konseptualisasi. Metode ini pertama kali dikembangkan di
Yunani melalui proses panjang dan puncaknya pada Aristoteles. Metode ini
biasanya disebut oleh Aristoteles dengan sebutan analisis yang mempunyai
pengertian menguraikan ilmu atas dasar prinsip-prinsipnya.Epistimologi burhani
inilah yang lebih kental dengan sumber dakwah Islam setelah epistimologi bayani
(teks/nash).
Perbandingan ketiga epistemologi ini adalah bahwa bayani
menghasilkan pengetahuan lewat analogi furu` kepada yang asal; irfani
menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan. Dan burhani
menghasilkan pengetahuan melalui prinsip-prinsip logika atas pengetahuan
sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya.
Dan tiga epistemologi Islam ini mempunyai ‘basis’ dan
karakter yang berbeda.Pengetahuan bayani didasarkan atas teks, irfani pada
intuisi sedang burhani pada rasio.Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Untuk bayani, karena hanya mendasarkan diri pada teks, ia menjadi
terfokus pada hal-hal yang bersifat aksidental bukan substansial, sehingga
kurang bisa dinamis mengikuti perkembangan sejarah dan sosial masyarakat yang
begitu cepat. Kenyataannya, pemikiran Islam saat ini yang masih banyak
didominasi pemikiran bayani fiqhiyah kurang bisa merespon dan mengimbangi
perkembangan peradaban dunia. Tentang burhani, ia tidak mampu mengungkap
seluruh kebenaran dan realitas yang mendasari semesta.
Jadi ketiga hal tersebut harus disatukan dalam sebuah
pemahaman. Maksudnya, ketiga model tersebut diikat dalam sebuah jalinan
kerjasama untuk saling mendukung dan mengisi kekurangan masing-masing sehingga
terciptalah Islam yang ‘Shalih li Kulli Zaman wa Makan‘, Islam yang
aktual dan kontekstual dalam semua tingkat peradaban. Kita harus mengambil
filsafat, bukan sekedar sejarahnya melainkan lebih pada aspek metodologinya
dengan dibantu ilmu-ilmu kontemporer sehingga ia mampu memberikan sumbangan
yang signifikan terhadap perkembangan keilmuan Islam kedepan.
Metode Pendekatan Terhadap Sumber Pengetahuan
Setelah mengetahui sumber pengetahuan dari suatu ilmu,
langkah selanjutnya yang harus dipikirkan adalah : bagaimana cara menggali
pengetahuan dari sumber tersebut yang dikenai dengan metode ilmiah, yaitu
proserdur yang mencakup berbagai tindakan-tindakan pikiran, pola kerja, cara
teknis dan tata langkah untuk mendapat pengetahuan baru atau untuk mengembangkan pengetahuan- pengetahuan
yang telah ada.
Pada dasarnya ,
dalam metode ilmiahtidak ada aturan yang menunjuk macam-macam urutan yang pasti
untuk disebut sebagai metode ilmiah, pada dasarnya , pola umum metode ilmiah
dapat dilihat dari sejarah perkembangan ilmu.
Sebuah
metodeberkaitan erat dengan sumber atau jenis pengetahuan yang akan dicari.
Hubungannya dengan ilmu dakwah , berdasarkan dari sumber-sumber
pengetahuandakwah tersebut. Terdapat
metode pendekatan dalam ilmu dakwah, diantaranya adalah :
1)
Pendekatan
Normatif
Pada dasarnya pendekatan ini intinya
berusaha menemukan prinsip dakwah dari sumber normatif (Al-Qur’an , Hadis,
maupun sejarah Rosulullah). Pendekatan normatif dapat dilakukan dengan
menggunakan cara berpikir deduktif yang melahirkan metode penelitian Asbab
ad-Dakwah (menggunakan konsep Asbab an-Nuzul dan Asbab al-Wurud serta
metodologi tafsir dan hadis) dan metode penelitian pustaka dakwah). Dalam
mewujudkan kajian ini ,diperlukan adanya kerja sama antara dosen pengampu
tafsir dan dosen pengampu ilmu dakwah dengan cara berpikir historis, yaitu
dengan cara melihat makna dan tujuan dari proses sejarah tersebut dengan
mencari hubungan dan fakta satu dengan yang lain.
2)
Pendekatan
Empiris
Pada intinya pendekatan ini berusaha
mengkaji (menyelidiki) kasus-kasus yang terjadi di masyarakat.Dalam
kenyataannya, pendekatan ini adalah untuk menemukan teori baru atau
memgembangkan teori yang sudah ada.Pendekatan ini dapat dilakukan dengan metode
penelitian kualitatif dan kuantitatif.Pendekatan ini dilakukan dengan berfikir
induktif untuk mengembangkan ilmu dakwah melalui sumber empiris.Hal ii harus
dilakukan dengan penelitian-penelitian kasus maupun survey di masyarakat.
3)
Pendekatan
filosofis
Pendekatan filosofis ini berusaha untuk mengkaji hasil pemikiran
para ulama atau pakar dakwah melalui tulisan.Pendekatan ini dilakukan dengan
prinsip berfikir sintesis, yaitu menelaah pemikiran-pemikiran yang ada, kemudian
dirumuskan teori pemikiran yang baru. Atau, dengan model perfikir analogis,
yaitu menganaligkan pemikiran satu dengan yang lain untuk dikembangkan di masa
kini dan mendatang.[4]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
sumber pengetahuan dakwah di atas dapat disimpulkan bahwa ada 3 jenis sumber
pengetahuan dakwah islam yaitu :
1.
Sumber
Normatif (Al-Qur’an dan Hadis)
2.
Sumber
Empiris (kenyataan dakwah )
3.
Sumber
Teoritis (hasil penulisan tentang dakwah).
Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar
dalam kaitannya dengan teori epistemology (pengetahuan). Setidaknya ada tiga
model system berpikir dalam Islam, yakni : bayani, irfani dan burhani, yang
masing-masing mempunyai pandangan yang sangat berbeda tentang epistimologi
(pengetahuan).
Epistimologi Bayani
Secara epistimologis Bayani mempunyai arti
penjelasan, pernyataan dan ketetapan. Sedangkan menurut terminologis Bayani
berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.Ada juga yang berpendapat bayani adalah metode
pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam dakwah islam, teks (nash) Al-Qur’an khususnya
merupakan sumber utama sebagai tolak ukur dan titik tolak dari seluruh kegiatan
dakwah islam yang dilakukan oleh para pendakwah.
Epistimologi Irfani
Epistimologi Irfani menurut etimologi berarti al-ma’rifah,
al-‘alhikmah.Sedangkan secara eksistensialis berpangkal pada zauq, qalbu
atau intuisi yang merupakan perluasan dari pandangan illuminasi.
Epistimologi Burhani
Epistimologi Burhani secara bahasa berarti argumentasi yang
jelas. Sedangkan menurut istilahnya berarti aktifitas intelektual untuk
menetapkan kebenaran proposisi dengan metode deduktif yaitu dengan cara mengaitkan
proposisi satu dengan proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik atau setiap
aktifitas intelektual untuk menetapkan kebenaran suatu proposisi.
selesai tugas makalah saya , terimksih ya mas.
BalasHapusPisces
Karbohidrat