Rabu, 07 November 2012

Dakwah Multikultural Muhammadiyah


BAB I
PENDAHULUAN

Muhammadiyah adalah gerakan modernis Islam yang paling berpengaruh di Indonesia. Menurut sejarawan organisasi ini berdiri pada tanggal 18 November 1912 oleh K. H. Ahmad Dahlan. Kiprah Muhammadiyah yang lebih akrab dikenal dengan kegiatan amal usaha dan dakwah tersebut, harus diakui memiliki andil yang cukup besar dalam memajukan dunia keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan lain – lain di Indonesia. Bahkan meski, organisasi ini tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai sebagai organisasi yang memiliki afiliasi politik tertentu, namun Muhammadiyah melalui kader –kader terbaiknya telah meramaikan percaturan politik di tanah air.
Muhammadiyah sebagai organisasi tajdid, terus – menerus melakukan dakwah Islam, amar makruf nahi munkar dalam berbagai bentuknya, dan dituntut oleh umat untuk melakukan pembaharuan – pembaharuan dalam berbagai sektor kehidupan. Untuk itulah Muhammadiyah membutuhka metode baru dalam berdakwah yang dapat mengatasi berbagai macam tantangan dakwah di masa depan, yaitu dengan mengembangkan metode dakwah kutural. Sebenarnya dakwah kultural sudah dilakukan oleh K. H. Ahmad Dahlan dengan menunjukkan sikap akomodatifnya terhadap tradisi Jawanisme. Hanya saja metode kultural yang selalu dikedepankan oleh K. H. Ahmad Dahlan tersebut lambat laun semakin surut.sekilas nampak adanya keterputusasaan sejarah antara generasi awal Muhammadiyah dengan apa yang terjadi saat sekarang. Oleh karena itu dalam menghadapi era globalisasi, perlu kiranya Muhammadiyah mengembangkan metode dakwah kultural yang lebih baik lagi.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Profil Muhammadiyah
1.      Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 / 3 Dzulhjjah 1330 H di kampung Kauman, Yogyakarta. Pada saat itu keadaan masyarakat Islam sangat menyedihkan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun kultural akibat penjajahan Belanda di Indonesia. Dalam bidang agama, kehidupan beragama menurut tuntunan al-Qur’an dan Hadis tidak berjalan karena adanya perbuatan syirik, bid’ah, kurafat dan takhayul, sehingga umat Islam dalam keadaan beku ( jumud ). Di bidang pendidikan, lembaga pendidikan Islam yang ada tidak dapat memenuhi tuntutan dan kemajuan zaman, disebabkan sikap mengisolasi diri dari pengaruh luar serta adanya sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman.[1]
K.H. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah telah memberi contoh bagaimana cara berdakwah dan beramal di tengah masyarakat dengan mempelopori berdirinya sekolah dengan sistem modern, baik sekolah agama maupun sekolah umum serta mendirikan rumah yatim dan poliklinik. Sebagai gerakan tajdid, Muhammadiyah mendapat tantangan besar dari masyarakat sekitarnya karena K.H. Ahmad Dahlan dianggap telah mempelopori usaha pembaharuan pelaksanaan ajaran Islam yang tidak sesuai dengan yang dipraktekan oleh masyarakat pada waktu itu. Akan tetapi K.H. Ahmad dahlan tidak pernah berputus asa menghadapi berbagai tantangan tersebut. Berkat ketabahan, ketekunan, keuletan, dan keikhlasan beliau dan penerusnya, Muhammadiyah terus tumbuh dan berkembang sampai sekarang.[2]
2. Identitas Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah suatu organisasi yang anggotanya adalah pengikut dan penerus risalah Nabi Muhammad. Yang mendorong berdirinya Muhammadiyah ialah perintah Allah SWT dalam al Quran yang artinya “ Hendaklah ada diantara kamu umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang munkar, dan mereka itulah yang berbahagia “ ( Q.S. Al Imran : 104 ). Sedangkan identitas Muhammadiyah tercantum dalam Anggaran Dasar pasal 1 ayat 1 yaitu “ persyarikatan ini bernama Muhammadiyah, adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar, beraqidah Islam, dan bersumber pada al Quran dan Sunnah “. Muhammadiyah merupakan gerakan modernis Islam yang paling berpengaruh di Indonesia dan lebih hati – hati serta lentur dalam menghadapi gelombang perubahan politik. Sedangkan maksud dan tujuan Muhammadiyah tercantum dalam pada pasal 3 Anggaran Dasar yaitu “ Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.[3]
Sedangkan untuk kantor pimpinan pusat Muhammadiyah ada 2 yaitu di Yogyakarta dan Jakarta.

3.      Susunan Organisasi
Susunan organisasi Muhammadiyah berbentuk piramida yaitu dari bawah ke atas. Proses pertumbuhan dan susunan organisasi Muhammadiyah adalah :
-          Ranting ( tingkat desa / kelurahan )
Dibentuk dan disahkan bila mempunyai anggota minimal 15 orang dan mempunyai salah satu amal usaha seperti sekolah, masjid, rumah yatim, poliklinik atau amal usaha lainnya.
-          Cabang ( tingkat kecamatan )
Cabang dapat dibentuk jika terdapat minimal tiga ranting, serta harus mempunyai amal usaha.
-          Daerah
-          Wilayah
-          Pimpinan Pusat
Pimpinan pusat dalam menjalankan tugasnya dibantu Majelis. Majelis terdapat pada Pimpinan Pusat, Wilayah, dan Daerah. Sedangkan Majelis di tingkat Cabang dan Ranting dinamakan Bagian. Disamping Majelis terdapat pula Badan Pelaksana lainnya seperti Biro, Badan, Lembaga dan Yayasan.
Ranting dan cabang merupakan tulang punggung dari Muhammadiyah karena prakarsa pembuatan cabang dan ranting benar - benar berasal dari “bawah”, murni merupakan swadaya dan inisiatif masyarakat setempat bukan intruksi dari atas. Pimpinan pusat hanya sekedar mresmikan. Oleh karena itu rasa memiliki terhadap organisasi di tingkat ranting dan cabang cukup tinggi.[4]
4.      Organisasi Otonom
Organisasi otonom Muhammadiyah dapat digolongkan menjadi organisasi pendamping dan organisasi kader. Yang dimaksud organisasi pendamping adalah ‘Aisyiyah ( wanita ) yang bahu – membahu dengan Muhammadiyah dalam mencapai cita - cita organisasi. Sedangkan organisasi kader inilah yang akan menlanjutkan perjuangan Muhammadiyah di masa depan.
Organisai otonom tersebut adalah :
a.       ‘Aisyiyah ( wanita )
b.      Pemuda Muhammadiyah
c.       Nasyiatul Aisyiyah ( puteri )
d.      Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ( IMM )
e.       Ikatan Remaja Muhammadiyah ( IRM )
f.       Tapak Suci Putera Muhammadiyah ( perguruan pencak silat )[5]

5.      Amal Usaha
Amal usaha Muhammadiyah mempunyai peranan penting dalam gerakan dakwah Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid untuk mewujudkan cita – citanya dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Amal usaha menjadi salah satu syarat berdirinya Ranting atau Cabang, maka warga Muhammadiyah setempat berusaha sekuat tenaga untuk mendirikan amal usaha menurut kemampuan masing – masing. Diantara amal usahanya antara lain sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi, poliklinik, rumah bersalin, rumah sakit, rumah yatim, panti jompo, masjid, balai pertemuan, dll. Setiap amal usaha Muhammadiyah diberi nama Muhammadiyah, sedangkan amal usaha yang dikelola oleh ‘Aisyiyah diberi nama ‘Aisyiyah. Kecuali masjid dan salah satu rumah sakit yang bernama Rumah Sakit Islam Jakarta ( RSIJ )
Berikut ini adalah data Amal Usaha Muhammadiyah [6]:

No
Jenis Amal Usaha
Jumlah
1
TK/TPQ
4.623
2
Sekolah Dasar (SD)/MI
2.604
3
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs
1.772
4
Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA
1.143
5
Pondok Pesantren
67
 6
Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah
172
7
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
457
8
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
318
9
Panti jompo
54
10
Rehabilitasi Cacat
82
11
Sekolah Luar Biasa (SLB)
71
12
Masjid
6.118
13
Musholla
5.080
14
Tanah
20.9               20.945.504 M2

Untuk mekanismenya, di tingkat Ranting mendirikan TK sampai SD, Cabang mendirikan SMP dan SMA / SMK / MA, sedangkan untuk wilayah mendirikan Perguruan Tinggi. Tetapi dalam kenyataannya beberapa Ranting juga mendirikan SMP bahkan SMA dan beberapa Daerah pun mendirikan Perguruan Tinggi.
Selama ini dalam prakteknya Ranting dan Cabang dalam satu Daerah berkembang menurut inisiatif dan kemampuan masing – masing. Sehingga ada Ranting atau Cabang yang amal usahanya kuat ataupun lemah. Dalam rangka pemerataan, maka adanya sentralisasi keuangan dalam satu daerah. Ranting, Cabang, Daerah, Wilayah diberi kebebasan atau desentralisasi untuk membangun dan membina amal usaha sebnyak – banyaknya, tetapi dalam hal kepemilikan tanah harus atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah.


B.     Gerakan – gerakan Muhammadiyah
1.      Gerakan Islam
Sebagai suatu gerakan Islam, Muhammadiyah mendasari gerakannya kepada sumber pokok ajaran Islam, yaitu al Qur’an dan as-Sunnah. Sekalipun tidak anti mazhab, namun Muhammadiyah tidak mengikatkan dirinya  pada salah satu mazhab. Sehingga bisa dikatakan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam non Mazhab. Dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam Muhammadiyah mengembangkan sikap tajdid dan ijtihad, serta menjauhi sikap taqlid. Seperti yang telah kita ketahui bahwa dulu kebanyakan Muslim Indonesia di Jawa dan daerah – daerah lainnya mencampur ajaran – ajaran Islam dengan kepercayaan – kepercayaan yang bersifat Animisme, Hindu, Budhis, dan mistik. Dalam perjalanan sejarah semua unsur ini menjadi satu dan membentuk Muslim Jawa, dimana sangat sulit untuk membedakan antara ajaran – ajaran Islam dan ajaran – ajaran lain.[7] Kebangkitan Muhammadiyah ini sebagai usaha memperbaharui pengertian kaum muslimin tentang agamanya, mencerahkan hati dan pikirannya dengan jalan mengenalkan kembali ajaran Islam sejati sesuai dengan dasar al-Qur’an dan as-Sunnah melalui dakwah Islam Amar Makruf Nahi Munkar.

2.      Gerakan Tajdid
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurban dan sebagainya.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi. Gerakan tajdid ini sebagai gerakan modernis memiliki empat ciri yaitu :
-          Terorganisasi secara sistematis
-          Bersifat rasional
-          Bersifat inklusif yaitu selalu membuka diri seluas – luasnya untuk perbaikan – perbaikan ke depan.
-          Tidak bermazhab, Muhammadiyah tdak pernah mengklaim bermazhab Syafi’i, Hanbali, Hanafi dan Maliki.[8]
3.      Gerakan Ilmu
Muhammadiyah dalam mempertahankan posisinya sebagai gerakan tajdid yaitu dengan menampilkan dirinya sebagai gerakan ilmu. Hal ini dapat dilihat dari amal usahanya yang sudah kondang dimana – mana bahkan berkembang pesat sampai sekarang khususnya di bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai peran yang cukup penting dalam dunia Islam untuk ikut serta mengubah kecenderungan global dan mengatasi masalah sosial – keagamaan yang semakin kompleks. Selama ini, iman dan amal telah menyatu dengan Muhammadiyah. Akan tetapi ilmu dalam arti yang luas belum begitu terasa menggelombang dalam gerak Muhammadiyah. Gerakan keilmuan sungguh sangat mendesak untuk dilakukan Muhammadiyah jika masih tetap mengurung diri dalam budaya kampung dengan Dengan meningkatkan bekal ilmu, segala amal usaha akan dapat direncanakan dan selanjutnya dapat dikelola secara efisien, tepat dan ekonomis.[9]

C.     Dakwah Multikultural Muhammadiyah

Dakwah multikultural sebagai suatu pendekatan dan strategi dakwah dalam konsep aktualisasi ajaran Islam di tengah dinamika kebudayaan dan perubahan sosial dalam suatu masyarakat, diajalankan secara bertahap sesuai dengan kondisi empirik yang diarahkan untuk menumbuh – kembangkan kehidupan Islami sesuai dengan paham Muhammadiyah. Dalam hal ini dakwah kultural lebih memposisikan kebudayaan lokal sebagai medium untuk memperkenalkan ajaran – ajaran Islam secara murni melalui proses yang berkelanjutan. Persyarikatan selama ini cenderung diasumsikan tidak apresiatif terhadap lokalitas hanya disebabkan karena pendekatan Muhammadiyah yang sangat normatif ( tekstualis ). Realitas sosial yang sangat lekat dengan pluralitas budaya dipaksa harus senafas dengan ajaran – ajaran normatif, sehingga tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Muhammadiyah harus diberantas. Dengan demikian, kehadiran dakwah kultural telah merubah bentuk – bentuk pendekatan Muhammadiyah yang cenderung normatif ke arah kontekstual dan peka terhadap realitas ( lokalitas ).[10] Muhammadiyah wajib menyikapinya secara arif dan bijaksana agar mampu menampilkan wajah Islam yang ramah dan santun terhadap lokalitas.

 Muhammadiyah dalam aktivitas dakwahnya melalui pendekatan islam kutural, yaitu islam yang mewujudkan dirinya secara substantif dalam lembaga – lembaga kebudayaan, pendidikan dan peradaban Islam lainnya. Atau dengan kata lain Islam Kutural adalah Islam Dakwah, Islam Pendidikan, Islam seni, dan lain se bagainya yang tidak ada hubungannya dengan politik dan kekuasaan.[11]
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah dan seluruh unsur pembantu pimpinan yang ada sesungguhnya memiliki tanggung jawab untuk selalu melakukan dakwah. Adanya tanggung jawab bersama bagi segenap pimpinan Muhammadiyah dapat dipahami bahwa tugas dakwah persyarikatan bukan hanya terletak pada Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus ( MTDK ). Dalam hal ini MTDK hanyalah leading sector dalam mengimplementasikan dakwah Muhammadiyah secara lebih spesifik berupa penyusunan perencanaan, tahapan – tahapan, strategi serta mapping peta dakwah.[12]
1.      Dakwah Kultural Sebagai Metode
Berdasarkan sidang Tanwir di Denpasar tahun 2002, sejak saat itu Muhammaadiyah mencoba melirik kultur lokal sebagai medium dakwah. Jika selama ini Muhammadiyah menggunakan pendekatan purifikasi, maka Muhammadiyah mencoba membangun paradigma baru dalam hal purifikasi yaitu metode baru yang jauh toleran dengan memanfaatkan kultur lokal. Selama ini logis dakwah Muhammadiyah selalu menekankan pada segi hasil, sehingga persyarikatan Muhammadiyah lebih dipandang sebagai sebuah gerakan fundamentalisme karena mudah memberikan justifikasi terhadap beberapa persoalan budaya lokal. Oleh karena itu, Muhammadiyah sangat membutuhkan metode dakwah kultural dalam rangka memasuki wilayah – wilayah kultural. Dakwah kultural Muhammadiyah tetap konsisten dengan gerakan purifikasi, hanya saja terdapat sejumlah perangkat metedologis yang perlu dibenahi yaitu berupa cara pandang ( paradigma ), sikap inklusif, dan wasilah yang selama ini terabaikan. Dalam prakteknya, dakwah kultural membutuhkan beberapa tahapan khusus yang meliputi :
-          Pengenalan kondisi sosio-kultural suatu daerah
Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan berbagai macam informasi seputar paradigma, tradisi serta pemahaman keagamaan masyarakat setempat apakah masih sesuai dengan rambu – rambu ajaran Islam atau tidak. Dalam hal ini. Seorang da’i diharapkan mampu menguasai perangkat disiplin ilmu sosiologi dan antropologi.
-          Pemahaman kondisi psikologis masyarakat.
Seorang da’i diharapkan dapat secara mudah beradaptasi dengan sistem sosial yang berkembang di lingkungannya berada. Dapat memahami kondisi psikologis masyarakat untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan masyarakat.
-          Langkah – langkah strategis.
Seorang da’i perlu menyusun sistematika dalam berdakwah dengan mengatur rentang waktunya secara simultan ( bertahap ). Dalam tahap ini, seorang da’i merupakan figur yang telah teruji dalam segi kecermatan, kesabaran, dan kuletannya.
-          Metode penyampaian yang tepat dan akurat.
Pelaksannan dakwah kultural dengan medium lokalitas, namun orientasi purifikasi tetap menjadi tujuan utama yang diharapkan berjalan sesuai dengan sasaran.
Contoh konkretnya adalah seorang da’i dapat mengambil contoh tentang bentuk budaya setempat seperti wayang. Da’i harus mengetahui benar seluk-beluk budaya tersebut dan letak signifikasi wayang dengan ajaran – ajaran Islam.[13]
2.       Strategi dakwah
Gerak langkah Muhammadiyah sebagai gerakan kultural tercermin dalam empat karakter yang selanjutnya dapat dipandang dan sekaligus menjadi strategi perjuangan dakwah Muhammadiyah, diantaranya :
·         Dimensi ijtihad dan tajdid yang berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah.
·         Aktualisasi cita – cita perjuangan melalui organisasi.
·         Karakter Muhammadiyah yang cenderung anti kemapanan terhadap lembaga keagamaan yang bersifat kaku dengan memusatkan pemikiran keagamaannya pada wilayah praksisi sosial.
·         Muhammadiyah selalu adaptif terhadap segala tuntutan perubahan zaman.
Strategi dakwah yang dilakukan Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan islam modern melalui berbagai bidang, yaitu :
o   Bidang Teologi
Muhammadiyah bekerja keras dalam membebaskan umat muslim dari belenggu praktik pengamalan keagamaan yang tercampur baur dengan TBC, menuju amal peribadatan Islam yang murni sesuai tuntunan al-da
o   Bidang Pendidikan
Muhmmadiyah telah berusaha untuk mencerahkan umat melalui pendirian sekolah – sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi.
o   Bidang Sosial
Gejala kemisikinan yang merupakan problem kehidupan sosial yang dapat mengakibatkan munculnya kesenjangan sosial merupakan problem dakwah yang seharusnya memperoleh prioritas untuk mengatasinya. Sehingga strategi yang dikembangkan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dengan mendirikan panti asuhan anak yatim, dan orang jompo.[14]
o   Bidang Kesehatan
Melalui pendirian rumah sakit, poliklinik, dan balai pengobatan lainnya.
o   Bidang Seni
Melalui seni musik seperti lagu – lagu / nyanyian dan nada – nada bernuansa religi diiringi kandungan pesan dakwah pada syairnya. Pengaruh musik sangatlah besar bagi kehidupan masyarakat sebagai media dakwah yang efektif.
o   Bidang multimedia
Yang menjadi unik dari dakwah kultural Muhammadiyah sebagai organisasi yang menjadi pelopor dalam pemanfaatan multimedia sebagai media dakwah yaitu dengan adanya program Dakwah Seluler. Dakwah seluler merupakan program pengiriman SMS dakwah yang berisi terjemahan al Qur’an, Hadits, dan kata hikmah yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh dan Dakwqh Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Keunggulan dakwah seluler ini adalah :
§  Dapat diakses dimana saja dan setiap saat
§  Bersifat interaktif antara objek dan subjek
§  Dapat dinikmati oleh kalangan atas.[15]

D.    Tantangan Muhammadiyah
Beberapa tantangan Muhammadiyah di masa yang akan datang diantaranya :
a.       Dalam hal kepemimipinan, Muhammadiyah makin dituntut lebih efisien, profesional, dan terbuka pada perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga kepemimipinan memberi dukungan positif secara optinal bagi dinamika gerakan.
b.      Dalam bidang pendidikan, yang menjadi andalan Muhammadiyahdan merupakan aset yang strategis yang belum disamai ole organisasi Islam lainnya di negeri ini, terdapat agenda penting perlu mendapat prioritas lebih.
c.       Dalam pelayanan sosial dan kesejahteraan umat, dituntut untuk lebih artikulatif dalam menyantuni kelompok masyarakat yang dhua’fa dan mustadh’afin ( yang lemah dan tertindas ).
d.      Dalam aspek kehidupan politik nasional, Muhammadiyah sebagai kekuatan bangsa dtuntut perannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e.       Dalam kehidupan ekonomi, dituntut untuk aktif mengambil peran dalam pemberdayaan ekonomi umat Islam.
f.       Dalam bidang pemikiran, dituntut untuk memberikan kontribusi pemikiran yang bersifat alternatif bagi kehidupan umat  dan bangsa di tengah lalu lintas alam pikiran yang pusparagam saat ini.[16]
Dalam menghadapi tantangan dakwah di masa depan, Muhammadiyah harus melakukan beberapa cara agar tetap bertahan pada era globalisasi, diantaranya :
ü  Mendayagunakan infrastruktur pendidikan Muhammadiyah yang jumlahnya lumayan banyak secara optimal agar lebih berkualitas dan menjangkau masyarakat.
ü  Untuk menghadapi perlombaan budaya Muhammadiyah akan kesulitan untuk mengikutinya sebab budaya Muhammadiyah nyaris tidak ada, cenderung mengandalkan permainan orang per orang, tokoh per tokoh, tidak bermain dalam jaringan yang rapi dan terprogram. Untuk itu semua warga Muhammadiyah harus lebih kompak bersama kader – kadernya.
ü  Memperbanyak warga, pimpinan, dan simpatisan Muhammadiyah untuk menguasai Usaha Kecil Menengah dalam rangka memperbaiki perekonomiannya.
ü  Peningkatan kaderisasi dan kualitas serta peran kader Muhammadiyah secara optimal[17]











BAB III
PENUTUP


Perkembangan Muhammadiyah sampai sekarang cukup menggembirakan, hal ini dapat dilihat dari amal usahanya yang semakin banyak. Muhammadiyah telah tersebar dari Aceh sampai Irian Jaya, dalam sejarahnyayang panjang tidak pernah menjadi partai politik dan insayaallah selama-lamanya tidak akan menjadi partai politik. Walaupun demikian bukan berarti Muhammadiyah buta akan politik, Muhammadiyah selalu berpartisipasi dan selalu memeberikan sumbangan pikiran untuk kepentingan negara dan bangsa. Muhammadiyah beramar makruf nahi munkar dengan cara – cara yang penuh hikmah dan bijaksana serta selalu menurut saluran konstitusional.
Demi kelangsungan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern di masa depan, maka usaha kaderisasi dalam Muhammaddiyah menjadi tuntutan mutlak yang merupakan keniscayaan yang harus dilakukan secara tersistem dan terlembaga dengan kokoh, sehingga mampu menyiapkan dan menghasilakan kader muslim Muhammadiyah yang menjadi pelaku kehidupan di berbagai lapangan dalam menghadapi era globalisasi.
Jika selama ini Muhammadiyah menggunakan pendekatan purifikasi, maka Muhammadiyah mencoba membangun paradigma baru dalam hal purifikasi yaitu metode baru yang jauh toleran dengan memanfaatkan kultur lokal. Metode ini disebut dengan metode dakwah kultural yang lebih memahami kondisi sosiologis dan antropologis suatu masyarakat.










[1] Amien Rais, Syafi’i Ma’arif, dkk, Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah ( Alamanak Muhammadiyah tahun 1997 M / 1417 – 1418 H ), ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996 ), hlm. 16.
[2] Ibid, hlm. 17.
[3] Ibid, hlm. 17.
[4] Ibid, hlm. 18.
[5] Ibid, hlm. 19.
[6] http://www.muhammadiyah.or.id/id/17-content-188-det-profil-muhammadiyah-.html
[7] Murni Djamal, DR. H. Abdul Karim Amrullah : Pengaruhnyan dalam Gerakan Pembaruan Islam di Minangkabau pada Awal Abad ke-20, ( Jakarta : INIS, 2002 ), hlm. 86.
[8] Mu’arif, Meruwat Muhammadiyah : Kritik Seabad Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia, ( Yogyakarta : Pilar Religia, 2005 ), hlm. 41-42.
[9] Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, ( Bandung : Mizan, 1993 ), hlm. 222 - 223
[10] Siti Chamamah Soeratno, et. al, Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya : Suatu Warisan Intelektual yang Terlupakan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009 ). hlm. 54 – 55.
[11] Asep Gunawan, Artikulasi Islam Kultural :  Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004 ), hlm. xxxiv.
[12] Siti Chamamah Soeratno, et. al, Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya : Suatu Warisan Intelektual yang Terlupakan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009 ). hlm. 53.

[13] Ibid, hlm. 61-62.
[14] Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1990 ), hlm. 189.
[15] Lihat Skripsi  Rosihan Anwar ,“ Dakwah Seluler Muhammadiyah dalam Menghadapi Era Globalisasi”, ( Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).
[16] Amien Rais, Syafi’i Ma’arif, dkk, Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah ( Alamanak Muhammadiyah tahun 1997 M / 1417 – 1418 H ), ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996 ), hlm. 71-73.
[17] Lihat Suara Muhammadiyah, terbit Januari – April 2000, hlm, 13.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar